KH Zaini Mun’im, Seorang Santri Mbah Hasyim
Adalah KH.
Zaini Mun’im, pendiri Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Kabupaten
Probolinggo. Ia berasal dari Desa Galis, Pamekasan Madura. Lahir pada tahun
1906 silam, putra pertama dari dua bersaudara pasangan KH. Abdul Mun’im dan Ny.
Hj. Hamidahini memiliki nama kecil Abdul Mughni.
Ayahnya, KH.
Abdul Mun’im adalah putra Kiai Mudarik bin Kiai Ismail yang merupakan generasi
kedua penerus Pesantren Kembang Kuning, Pamekasan Madura. Sedangkan ibunya, Ny.
Hj. Hamidah merupakan keturunan Raja Pamekasan melalui jalur KH. Bujuk Azhar
atau dikenal dengan Ratoh Sidabulangan, penguasa Kraton Pamekasan Madura.
Tahun 1937,
Lora Abdul Mughni, yang juga dikenal dengan nama KH. Zaini Mun’im ini menikah
dengan keponakan Kiai Abdul Majid Banyuanyar, Nafi’ah. Dari pernikahannya, ia dikaruniai
enam putra dan satu putri. Yaitu, KH. Moh. Hasyim, BA, Alm. Drs. KH. A. Wahid
Zaini, SH, Nyai Hj. Aisyah, KH. Fadlurrahman, BA, KH. Moh. Zuhri Zaini, BA,
Alm. KH. Abdul Haq Zaini, Lc dan Drs. KH. Nur Chotim Zaini.
Sejak kecil,
KH. Zaini Mun’im mendapatkan pendidikan agama dari kedua orang tuanya.
Menginjak usia 11 tahun, pada masa penjajahan Belanda, ia sekolah Wolk School
(Sekolah Rakyat) selama empat tahun (1917-1921). Selanjutnya, ia memperdalam
Al-Qur’an beserta tajwidnya kepada KH. M. Kholil dan KH. Muntaha, menantu Kiai
Kholil di Pesantren Kademangan Bangkalan Madura.
Dan tahun 1922,
ia melanjutkan ke Pesantren Banyuanyar Pamekasan yang diasuh oleh KH. R. Abdul
Hamid dan putranya KH. Abdul Majid. Pada tahun 1925, merantau ke Jawa dan
mondok di Pesantren Sidogiri, Pasuruan. Disini KH. Zaini Mun’im hanya belajar
satu tahun, karena ayah tercintanya wafat. Sebagai putra sulung, ia harus
pulang ke Madura untuk menggantikan posisi ayahnya.
Di usia 22
tahun, KH. Zaini Mun’im mondok di Pesantren Tebuireng, Jombang yang diasuh oleh
KH. Hasyim Asy’ari, tokoh pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Di pesantren ini, ia
mempertajam ilmu agama dan ilmu bahasa Arab. Pertengahan tahun 1928, ia
berangkat ke Mekah untuk berhaji dan menetap di Sifirlain untuk menuntut ilmu,
selama lima tahun. Sebelum pulang ke tanah air, ia sempat bermukim di Madinah
selama enam bulan untuk ikut berbagai pengajian di Masjid Nabawi dari beberapa
ulama terkemuka saat itu.
Ketika awal
kedatangannya di Desa Karanganyar Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo, KH.
Zaini Mun’im tidak bermaksud mendirikan lembaga pendidikan pesantren. Ia hanya
ingin mengisolasi diri dari keserakahan dan kekejaman penjajah untuk
selanjutnya melanjutkan perjalanan ke pedalaman Yogyakarta, menemui teman
seperjuangannya.
Tapi sebelum
cita-cita luhur itu terealisasi, KH. Zaini Mun’im mendapat amanah dua orang
santri. Keduanya mengaji di surau kecil yang berfungsi sebagai tempat shalat,
juga ruang tamu, mengajar dan tempat tidur santri. Karena itulah, ia
mengurungkan niatnya dan menetap di Desa Karanganyar Kecamatan Paiton Kabupaten
Probolinggo hingga akhirnya mendirikan Pesantren Nurul Jadid
Posting Komentar