اَللّهُمَّ اَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ وَاِلَيْكَ يَعُوْدُ السَّلاَمُ فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِالسَّلاَمِ وَاَدْخِلْنَا اْلجَنَّةَ دَارَالسَّلاَمِ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ يَاذَاْلجَلاَلِ وَاْلاِكْرَامِ

AL KISAH SEMUT DAN CAPUNG

Minggu, 26 Mei 20130 komentar

SEMUT DAN CAPUNG

                Seekor semut yang pikirannya tersusu dalam rencana teratur, sedang mencari-cari madu ketika seekor capung hinggap menhisap madu dari bunga itu. Capung itu melesat pergi kemudian datang kembali.
                Kali ini semut bekata,
                “kau ini hidup tanpa usaha, dan kau tak punya rencana. Karena kau tak punya tujuan yang nyata atau pun yang lain, apa pula ciri utama hidupmu, dan kapan pula kau berakhir”?.
                Kata si capung,
                “ aku bahagia, dan aku mencari kesenangan, ini jelas ada dan nyata. Tujuanku adalah tanpa tujuan. Kau boleh merencanakan se kehendakmu, kau bisa meyakinkan ku bahwa ada yang lebih berharga daripada yang kulakukan ini, kau laksanakan saja rencanamu, dan aku melaksanakan rencanaku”.
                Semut berpikir,
                “yang tampak padaku ternyata tak tampak olehnya, ia tahu apa yang terjadi pada semut, aku tahu apa yang terjadi pada capung. Ia laksanakan rencananya, aku laksanakan rencanaku”.
                Dan semut pun berlalu, sebab ia telah memberi ku teguran sebaik-baiknya dalam masalah ini.
                Beberapa waktu sesudah itu, mereka pun bertemu lagi.
                Si semut menemukan kedai tukang daging, dan ia berdiri dibawah meja tumpuan daging dengan bijaksana, menunggu saja apa yang mungkin datang padanya.
                Si capung, yang melihat daging merah dari atas, menukik dan hinggap diatas nya. Pada saat itu pula, parang tukang daging berayun dan membelah capung itu menjadi dua.
                Separuh tubuhnya jatuh dilantai dekat kaki semut itu. Sambil menangkap bangkai itu dan mulai menyeretnya ke sarang, semut itu berkata pada dirinya sendiri.
                “Rencananya tamat sudah, dan rencana terus berjalan. Ia laksanakan rencananya sudah berakhir, aku laksanakan rencanaku mulai berputar. Kebanggaan tampaknya penting, nyatanya hanya sementara. Hidup memakan, berakhir dengan dimakan. Ketika aku katakan hal ini, yang mungkin di pikirkan nya adalah bahwa aku suka merusak kesenangan orang lain”.

Catatan :

                Kisah yang hampir serupa ditemukan juga dalam karya Attar, Kitab ketuhanan, meski penerapannya agak berbeda. Versi ini dikisahkan oleh seorang darwis Bokhara dekat makam Al Syah, yakni Bahaudin Naqsibandi, enam puluh tahun yang lalu. Sumbernya adalah buku catatan seorang sufi yang disimpan dalam masjid agung di Jalalabad.         
Share :

Posting Komentar

 

Copyright © 2011. Meniti Ridlo Ilahi - All Rights Reserved
Published by El Fakir Abi Salwa
Proudly powered by Blogger