Kisah Nenek Pembenci
Rasulullah
Di atas padang pasir yang tandus seorang perempuan berusia
nenek-nenek tampak sedang berjalan sendirian. Beban berat tergambar jelas di
pundaknya. Sengatan matahari gurun dan barang bawaan yang ia pikul cukup
membuat lutut rentanya lemas kepayahan.
Namun, kondisi ini tak
berlangsung lama. Pucuk dicinta ulam tiba. Seorang pria muda baik hati segera
menghampiri dan menawarkan bantuan. Perempuan tua itu pun menyambut tawaran
dengan perasaan senang.
Sepanjang perjalanan pria itu
dihujani ceramah. Si nenek rupanya sangat gemar berbicara. Si nenek berbicara
tentang penolakkanya terhadap dakwah Rasulullah. Dia mewanti-wanti siapapun
untuk tidak mengikuti jalannya, bahkan membahasnya sekalipun.
”Jadi sekali lagi, jangan
berbicara apapun soal Muhammad!” ujarnya.
Si anak muda hanya tersenyum
diam tanpa menyela pembicaraan. Dengan setia, ia mendengarkan perempuan tua itu
bertubi-tubi mencaci-maki Rasulullah. Menurut dia, Muhammad adalah pribadi yang
amat menjengkelkan. Tidak pantas keturunan suku terhormat seperti Muhammad
menyulut permusuhan.
Si nenek terus mengomel. Dia
katakan, Muhammad sudah menyesatkan banyak orang, terutama orang-orang fakir
dan kalangan budak. Kaum lemah ini diperdaya oleh ajaran-ajaran palsu yang
seolah menjaminkan kebahagiaan.
”Jadi anak muda, jangan
sekali-kali berbicara soal Muhammad!”
Tanpa terasa tujuan perjalanan
si nenek akhirnya sampai. Si nenek sekali lagi menampakkan rasa senang dan
syukur atas bantuan pria muda itu. ”Biarkan saya memberi kamu satu nasihat.
Jauhi Muhammad!” tambahnya.
Sebelum berpisah, si nenek
menanyakan perihal nama laki-laki murah hati yang tulus menolongnya itu. ”Maaf,
siapa namamu?”
”Muhammad.”
”Siapa?”
”Muhammad.”
Si nenek terpaku sejenak hingga
akhirnya memutuskan masuk Islam.
Di atas padang pasir yang tandus seorang perempuan berusia
nenek-nenek tampak sedang berjalan sendirian. Beban berat tergambar jelas di
pundaknya. Sengatan matahari gurun dan barang bawaan yang ia pikul cukup
membuat lutut rentanya lemas kepayahan.
Namun, kondisi ini tak
berlangsung lama. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Seorang pria muda baik hati segera
menghampiri dan menawarkan bantuan. Perempuan tua itu pun menyambut tawaran
dengan perasaan senang.
Sepanjang perjalanan pria itu
dihujani ceramah. Si nenek rupanya sangat gemar berbicara. Si nenek berbicara
tentang penolakkanya terhadap dakwah Rasulullah. Dia mewanti-wanti siapapun
untuk tidak mengikuti jalannya, bahkan membahasnya sekalipun.
”Jadi sekali lagi, jangan
berbicara apapun soal Muhammad!” ujarnya.
Si anak muda hanya tersenyum
diam tanpa menyela pembicaraan. Dengan setia, ia mendengarkan perempuan tua itu
bertubi-tubi mencaci-maki Rasulullah. Menurut dia, Muhammad adalah pribadi yang
amat menjengkelkan. Tidak pantas keturunan suku terhormat seperti Muhammad
menyulut permusuhan.
Si nenek terus mengomel. Dia
katakan, Muhammad sudah menyesatkan banyak orang, terutama orang-orang fakir
dan kalangan budak. Kaum lemah ini diperdaya oleh ajaran-ajaran palsu yang
seolah menjaminkan kebahagiaan.
”Jadi anak muda, jangan
sekali-kali berbicara soal Muhammad!”
Tanpa terasa tujuan perjalanan
si nenek akhirnya sampai. Si nenek sekali lagi menampakkan rasa senang dan
syukur atas bantuan pria muda itu. ”Biarkan saya memberi kamu satu nasihat.
Jauhi Muhammad!” tambahnya.
Sebelum berpisah, si nenek
menanyakan perihal nama laki-laki murah hati yang tulus menolongnya itu. ”Maaf,
siapa namamu?”
”Muhammad.”
”Siapa?”
”Muhammad.”
Si nenek terpaku sejenak hingga
akhirnya memutuskan masuk Islam.
Posting Komentar